Gendut itu Menarik
Ini cerpen buatanku…
Riri baru saja membeli sekotak es krim dan kemudian memasukkannya ke dalam kulkas. Lalu ia menuju kamarnya dan berganti pakaian. Kemudian tertidur pulas hingga waktu sorepun tiba. Berbeda dengan kakaknya, Jenna bertubuh mungil dan cantik. Sehingga banyak para lelaki yang mengincarnya.
Malam hari tiba, semuanya berkumpul di meja makan sambil bercengkrama. Sementara yang lain makan malam dengan asiknya, Riri malah melirik ke arah kulkas tempat ia menaruh es krim. Dan ia makan dengan terburu-buru agar cepat makan es krim.
Setelah semua selesai, “Akhirnya, aku bisa juga makan es krim” kata Riri. Lalu Riri mangambil sendok dan melahapnya. “Ri, bagi adikmu, ayah, dan Ibu donk! Jangan melahapnya sendiri! Nanti tambah gemuk lho!” Teriak sang Ibu. Lalu dengan malasnya Riri mengambil gelas dan membaginya.
Makan malam pun usai dan mereka kembali ke kamarnya masing-masing. “Huh Ibu, ga bisa liat orang seneng!’ dengus Riri dalam kamarnya. Lalu dia melihat cermin dan berkata, “tapi mungkin Ibu benar? Harusnya aku bisa seperti Jenna yang mungil itu dan mendapat perhatian para lelaki”. “Aku harus kurus!” Semangat Riri kian membara.
Pagi harinya, “Ri, ayo bangun! Sudah pagi, nanti kamu telat lho!” Teriak Ibunya. Sementara itu di dalam kamar, Riri tengah asik berkecimpung dengan dunia mimpinya. “Jenna, tolong bangunkan Kakakmu, dia pasti masih tidur” suruh Ibunya kepada Jenna. “Baik BU”. Jawab Jenna sambil melangkah ke kamar Kakaknya itu.
“K, bangun! Ayo berangkat sekolah!” teriak Jenna sambil mengetuk pintu kamar Kakaknya itu. “Uahm, kepotong deh mimpinya, lagi enak juga” batin Riri sambil menguap. Kemudian membuka pintu dan mandi dengan terburu-buru karena waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Setelah itu mereka langsung berangkat pamitan pada Ibunya tanpa sarapan.
Alhasil sesampainya di sekolah, mereka kelaparan. “Jen, ke kantin dulu yuk?! Laper nih, belum sempet sarapan tadi!” ajak Riri kepada adiknya. “Kakak sih kesiangan, siapa suruh tidur malam? Ga mau ah. Aku sudah kenyang”jawab Jenna serambi menuju kelasnya, yang diikuti oleh beberapa lelaki.
“Ri, mau kemana kamu? Kelas kita kan diatas?!”Sapa Fanya teman sebangkunya. “Kantin yuk? Temenin gue makan! Laper nih!” ajak Riri padanya. “Tapi, sebentar lagi kan bel masuk? Kamu beli makanan ringan saja, nanti pas istirahat baru kita makan bersama”. Suruh Fanya. “Hmm, baiklah.” Kata Riri.
Bel pun berbunyi dan merekapun belajar dengan tertib. Sayangnya, perut Riri tak bisa diajak ikut tertib, selalu aja berbunyi. Sejam berlalu, dua jam berlalu, sampai akhirnya jam istirahat pun tiba. Dan Riri langung tancap gas menuju kantin, takut ga kebagian tempat duduk.
“Bu, bakso 2 mangkok sama teh botol 2″ teriak Riri pada Ibu kantin. Sementara disudut sana duduk seorang pria tampan dengan seorang yang sangat dikenal dan disayanginya, Jenna yang hanya memesan 1 botol air putih dan makanan ringan.
“Kamu ngeliatin siapa sih Ri? Koq tampangnya serius gitu?” tanya Fanya. “Tuh, disana!” jawabnya dengan mulut penuh makanan. “Siapa? Jenna? Apa cowok itu?” tanyanya lagi. Riri hanya mengangguk dan meneruskan makannya. Lalu bel masukpun berbunyi. Tapi Riri lari ke kamar mandi dahulu sebelum masuk kelas.
“Kenapa sih semua cowok ngeliatin Jenna? Bukan gue?” tanya Riri pada kaca saat ia bercermin di kamar mandi. “Karena lo, gendut!” celetuk geng rese di sekolahan itu. Jenna ternyata mendengar omongan Kakaknya itu dan geng rese, lalu membela kakaknya.
“Jangan jelek-jelekin Kakak gue!” Teriak Jenna pada geng rese itu. “Wuih, ada pembelanya nih? Cabut yuk?!” kata salah satu dari mereka. Mereka pun meninggalkan Riri dan Jenna di kamar mandi berdua. “K, sudah waktunya masuk kelas! Ayo,nanti diomelin guru!” Ajak Jenna. Mereka pun bergegas lari menuju kelasnya masing-masing, dan belajar dengan tenang.
Jam pulang pun tiba. Jenna menunggu didepan kelasnya, tampak ia menunggu seseorang. Sedangkan dikejauhan sana Riri sedang memperhatikan adiknya itu. “Andai, gue bisa seperti Jenna. Mungkin sekarang aku sedang dikelilingi banyak lelaki.” Batin Riri.
Tiba-tiba “Dor”, Fanya mengagetkannya dari belakang dan bertanya “kenapa lagi sih kamu masih memperhatikan Jenna?”. Riri yang serentak kaget menjawab dengan gagap “Ga apa-apa, gue cuma merasa sangat jauh berbeda dengannya. Dia sering kali dikelilingi banyak cowok, sementara gue, satu aja belom ada”.
Lalu sahabatnya itu bertanya dengan terheran-heran “Jadi, kamu iri sama Jenna adikmu sendiri?!”. Riri hanya mengangguk malu. “Mana Riri yang aku kenal? Dia tak pernah malu sama dirinya sendiri!” Teriak Fanya. Riri hanya terdiam dan menunduk. Kemudian Fanya mengajaknya pulang bersama.
Sesampainya dirumah, “Riri, Jenna mana? ” tanya Ibunya. Riri hanya mengangkat bahunya tanda tak tahu lalu pergi ke kamar dan berganti pakaian. Tak seperti biasanya, sekarang setelah berganti pakaian Riri mengurung dirinya di kamar sambil mengerjakan PR. Sementara Ibunya kebingungan mencari adiknya, sampai lupa makan siang.
Malam harinya, Riri keluar kamar karena perutnya sudah keroncongan. Tapi kali ini ia hanya mengambil beberapa buah dan sebotol air putih, lalu kembali kekamarnya. “Ri, kamu ga makan?” Tanya Ibunya. Riri menggeleng dan melangkah pergi. Sedang Jenna habis kena omelan karena baru pulang tanpa kabar terlebih dahulu.
Pagi hari, “Riri, jangan lupa sarapannya!” teriak ibunya dari dapur. Tapi Riri hanya mengambil setangkup roti dan memakannya selama di perjalanan. Ibu, Ayah, dan Jenna heran melihat tingkah Riri yang tak seperti biasanya.
Sesampainya di sekolah, Riri juga langsung menuju kelas dan duduk. Begitu pula saat istirahat. Padahal, perutnya dari tadi sudah tak bisa diajak kompromi, alias sudah bunyi terus. Tapi ia terus menahan rasa laparnya itu hingga jam pulang.
Tapi dirumah, ia juga hanya makan setengah piring nasi plus beberapa lauk pauk dan tak makan malam. Hampir tiga hari ia melakukan hal seperti itu terus menerus hingga akhirnya jatuh sakit. Padahal biasanya Riri tak peduli dengan tubuh gempalnya itu, bahkan ia merasa selalu bisa membuat orang lain memerhatikannya.
Fanya sangat kehilangan sosok tubuh gempal sahabatnya itu, dan akhirnya sepulang sekolah ia memutuskan berkunjung kerumah Riri. Riri senang di kunjungi sahabatnya itu, dan ia menyesal telah menyiksa dirinya sendiri hanya agar disukai para lelaki.
Sudah dua hari Riri tak masuk sekolah setelah kunjungannya Fanya. Teman-teman sekelasnya ternyata juga mengkhawatirkannya, terutama Fadli kecengan Riri yang ternyata diam-diam juga mengagumi sosok Riri yang cuek namun baik hati.
Akhirnya Fadli memberanikan diri untuk bercerita pada Fanya dan memutuskan untuk menjenguk Riri sepulang sekolah. Ternyata dirumah Riri, ia sedang asik-asikan menonton TV sambil makan cemilan. “Riri, kamu kenapa ga masuk sekolah kalau sudah sembuh?” Omel Fanya sesampai dirumahnya. “Gue belum sembuh total, masih lemes!” jawab Riri sekenanya.
“Kalau memang belum sembuh total, harusnya kan kamu masih di dalam kamar” selidik Fanya. “Gue bosen dikamar mulu! Lagian, kata dokter, gue harus banyak makan biar cepet sembuh!” celetuk Riri dengan mulut penuh cemilan.
Tapi Riri tak menyangka, kalau di balik kunjungan Fanya kali ini, ia membawa seseorang untuknya.,Seorang lelaki tampan tengah menunggunya di ruang tamu. Kemudian Fanya, tanpa basa-basi, langsung menarik Riri ke ruang tamu.
Riri yang melihat Fadli langsung masuk kembali ke ruang tengah dan bertanya “ngapain diadisini?”. “sudah, temuin saja, dia mau jengukin kamu katanya!” jawab Fanya.
Akhirnya dengan malu-malu Riri menemui Fadli dan bertanya, “ngapain lo kesini?”. “Ngejenguk elo!” jawab Fadli. “Hmm, tumben-tumbenan? Ada apa nih?” curiga Riri. Fanya yang melihat dari balik sekat yang memisahkan ruang tamu dan ruang tengah itu, tertawa sendiri.
Setelah berdiam agak lama, akhirnya Fadli mengangkat bicara “sebenarnya, gue kesini karena kangen sama loe. Gue khawatir sama loe, takut kenapa-napa.” Riri menunduk malu namun masih curiga. “Gue? Gue kira loe suka sama Jenna, adik gue!” tanya Riri.
Fadli pun menggelengkan kepalanya dengan penuh keyakinan, dan berkata. “Gue suka sama loe Ri, bukan Jenna. Gue deketin Jenna, karena gue mau deket sama loe. Memangnya Jenna ga pernah cerita sama loe?”. Riri menggeleng dan kembali bertanya “kenapa gue? Gue kan gendut, ga kaya cewek-cewek lain diluar sana yang langsing, tinggi, dan cantik bak model!”.
Kemudian Fadli memegang tangan Riri, dan berucap “Karena itulah gue suka sama loe. Loe menarik! Beda sama-sama cewek lain! Maksud gue, kalau loe kurus, malah jelek, ga menarik lagi! Jadi, jangan coba-coba ngurusin badan loe lagi ya Ri!”
Riri pun tersipu malu dan tersenyum. Lalu mengangkat kepalanya dan bertanya,” jadi menurut loe gendut itu menarik?”. Fadli pun mengangguk. Fanya yang diam-diam memperhatikan kedua sahabatnya itu langsung menggoda mereka “cie-cie. Benarkan kataku Ri? Tak perlu jadi kurus kalo memang mau dikejar-kejar para lelaki”.
Kemudian mereka bertiga tertawa lepas. Lalu Ibu menyuruh mereka makan siang, dan Riri makan dengan lahapnya seperti sebelum ia sakit. Ibupun bertanya “Riri, katanya mau kurus? Koq makannya segitu banyak?” Riri hanya tersenyum, lalu berkata dengan mulut penuh “Ga ah Bu! Gendut itu menarik!” kemudian melanjutkan makannya sampai habis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar